Pontianak Jamming Club (PJC) adalah klub komunitas para musisi pontianak, dimana pada Jumat lalu menggelar event Jamming Session keduanya di cafe locomotif pontianak (18/07/20), para musisi yang tampil sangat groovy dengan taste yang tidak kalah dengan musisi eropa bahkan dunia.
Kegiatan tersebut dihadiri hampir seluruh musisi Pontianak dari berbagai genre dan beberapa komunitas, rock, jazz, blues, country musik, reggae bahkan dangdut, mereka bisa saling berinterakasi antara genre untuk melakukan free style jamming dalam mengeluarkan serta mengeksplorasi kemampuan mereka.
Ketua PJC, Agung Kalis, mengatakan bahwa PJC ini selain bermusik, adalah wadah
saturahmi bagi para musisi dan penilkmat musik di Pontianak. Mimpi kami, PJC bisa terekspose secara nasional maupun international agar para musisi luar Pontianak maupun luar Indonesia untuk berkunjung ke kota tercinta 'Pontianak' dan bersedia jamming dengan kami musisi Pontianak serta melihat indahnya Pontianak.
''Selain itu, kami juga ingin meramaikan event musik Pontianak, dan goal besarnya, adalah mengangkat kembali value musik di Kalimantan Barat'' ujar Agung yang juga seorang musisi.
PJC sudah terbentuk sejak tahun 2023, berawal dari kegemaran dan hobi bermusik. Mereka sering mengcreate event sendiri untuk kumpul-kumpul dengan teman para musisi, kadang kita bawa alat instrumen sendiri untuk main dibeberapa tempat, ''hitung-hitung meramaikan cafe teman-teman juga''. ujar Abunk pemilik locomotif juga musisi dan salah satu anggota s PJC.
Grand launching PJC, resminya telah dilaksanakan pada bulan Juni 2025 lalu, 'Alhamdulillah animo musisi sangat positif seluruh genre musik hadir, mereka professional, cuplikannya dapat dilihat sosial media PJC ( Instagram; @Pontaianak Jamming Club)'' kata ketua PJC.
Pontianak adalah ibukota Kalimantan Barat salah satu kota dan provinsi di Indonesia, berpopulasi lebih dari 500 ribu jiwa. Bicara Kalimantan, masih sedikit melekat dengan memori 20 tahun lalu. Masyarakat International melihat kota ini cukup ekstrim dengan kejadian konflik salah satu suku tertentu dengan penduduk lokal sehingga terdengar dunia masih melihat kota ini cukup negatif sedikit ''menyeramkan'.
Dalam kesempatan ini saya tidak akan menceritakan memori menyeramkan tersebut, akan tetapi sesuatu yang bertolak belakang dari cerita tersebut. Bagi teman-teman yang menyenangi musik atau secara global bisa saya katakan bahwa musik Pontianak taste rasanya Eropa.
Para musisi Pontianak sangat produktif, mereka berkembang selaras dangan idealisme
bermusik mereka dengan berbagai aliran rock, jazz, blues, pop dan lainnya. Menariknya untuk dapat melihat performe mereka, dengan mudah dapat kita temui dibeberapa tempat, seperti cafe ,resto dan beberapa rumah kopi yang tersebar di beberapa lokasi di Pontianak.
Cara bermusik mereka layaknya para musisi Eropa, profesional dengan memiliki rasa atau groove seperti yang sering kita saksikan dibeberapa event terkenal, dan mereka sangat kreatif mencari segmen bermusik mereka sendiri.
Sebagai orang yang pernah tinggal di Eropa dengan pengalaman berinterakasi dengan masyarakat disana dan juga penikmat hiburan musik. Para musisi eropa slalu menciptakan dan mencari panggung mereka sendiri. Mereka bekerjasama dengan para pemilik bar, cafe dan tempat hiburan. Uniknya mereka tidak dibayar langsung oleh para pemilik bar. Owner atau pemilik tempat hanya memberlakukan entry fee bagi pelanggan maupun konsumen dengan kesepakatan dengan para pemain Band.
Total entry fee yang mereka dapat dari para konsumen maupun pelanggannya akan diberikan seluruhnya kepada group musik yang tampil pada saat itu. Para musisi tersebut memiliki kebebasan untuk melakukan promosi sebelum mereka tampil di beberapa platform sosial media mereka, begitu juga para pemilik bar dan cafe tersebut.
Ada kemiripan dengan musisi Pontianak, kota yang terkenal dengan keindahan sungai terpanjang di Indonesia ''Sungai Kapuas''. Cukup dinamis, para musisi juga mencari panggung mereka sendiri dengan memanfaatkan kerjasama dengan para pemilik bisnis restoran, bar, cafe mau coffee shop yang ada, bedanya penghasilan mereka masih bergantung dari para pemilik bisnis tersebut sehingga hasil yang mereka dapat tidak sesuai dengan harga musik yang mereka tampilkan.
Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat mereka 'para musisi', walaupun untuk diketahui bermusik itu gak murah, pengamen jalanan sekalipun, ada cost yang harus mereka keluakan, mulai fasilitas pendukung mereka seperti alat atau instrumen musik slalu update dan menyesuikan tekhnologi terkini.
Pernah saya berdiskusi dengan para band regular di Pontianak, sekali perform mereka bisa menerima per orang sebesar 200-250K rupiah. Angka tersebut sangat miris secara ekonomi, belum mampu mengangakt value bermusik di Kalbar. Untuk mengefisiensi budget tersebut terkadang para pemilik tempat hiburan meminimialisir para musisi.
Kondisi sosial ini cukup menjadi perhatian serius bagi para komunitas-komunitas musisi yang ada di Kalimantan Barat, mereka juga berharap stakeholder pemerintah daerah untuk fokus memberi perhatian kepada mereka untuk membangun regulasi dan aturan kepada para pemilik tempat hiburan agar lebih menghargai musik dan menilai musik sebagai sesuatu nilai tambah dalam mendukung bisnis-bisnis mereka.
Pontianak Jamming Club (PJC) adalah salah satu oraganisasi atau komunitas yang sangat
luar biasa, dan tidak hanya PJC terdapat beberapa komunitas yang sama di KALBAR. Tujuan keberadaan mereka adalah untuk menceritakan value musik Kota Pontianak, mereka mengembangkan industri kreatif tersebut dengan sangat bermartabat, memiliki taste mahal, rasanya sudah sama dengan Eropa, sebagai komparasi kawasan yang pernah saya tempati
Musik adalah kreativitas, berbagai definisi dari musik yang cukup universal, musik mampu menciptakan budaya peradaban. Untuk itu, Harapannya mari kita lihat musik secara profesional dengan menghargai para kreator musik ibarat profesor di perguruan tinggi yang mampu meciptakan sesuatu dan bermanfaat bagi masyarakat. (Ndy-19/07)