TERBANG ITU SEHARUSNYA MENYENANGKAN (Bagian 2)
HIRUK PIKUK PENERBANGAN NASIONAL
Bagi saya bandara adalah polesan wajah dari setiap kota bahkan negara sekalipun.. Ketika kita merasa nyaman berada dalam bandara tersebut, Kota atau negara tersebut sangat bisa tercermin kondisi ekonomi, sosial, politik bahkan budayanya.
Berbanding terbalik ketika merasakan hiruk pikuk masalah penerbangan nasional, yg tidak remeh temeh, dari masalah bagasi berbayar dan kasus delay yg tak menentu.
Ok..cerita ini saya mulai dengan salah seorang kenalan saya ketika sama – sama menunggu beberapa pa jam di Bandara SOETA.
“om.. Dari jam berapa delay “ tanya saya ke salah satu calon penumpang dengan tujuan pangkal pinang..
“Apanya berapa jam.. Sdh dari kemaren delaynya.. ditunggu setelah lebih dari 8 jam akhirnya di cancel juga oleh maskapai untuk terbang hari ini “ jawab si om Ahui (bukan nama sebenarnya)..
“tapi kan di kasih hotel om“..
“Apaan.. Yang ada saya malah nombok harus cari hotel lagi di luar.. Kacau “ jawab si om Ahui dengan menunjukkan rona kekesalannya.
Begitu pula dengan masalah bagasi berbayar yang diberlakukan untuk maskapai nasional Indonesia. Tadinya saya merasa senang akhirnya bagasi berbayar diberlakukan, karena harapan saya dengan bagasi berbayar pasti akan berdampak terhadap harga tiket, secara logis tentunya harga tiket akan lebih murah dari pada harga sebelumnya,
Dengan bagasi berbayar masyarakat akan diajarkan berperilaku bagaimana membawa barang diatas pesawat wkkk.. Jujur terkadang saya suka kesal dengan bawaan para penumpang yang suka melebihi tanpa adanya batas kewajaran Wal hasil terkadang barang saya suka jadi korban dipindahkan jauh dari tempat duduk saya..
Berita di tv, media online bahkan media cetak tak henti - hentinya memberitakan mengenai polemik penerbangan nasional, bagasi berbayar ini banyak mendulang komplain dan protes keras dari masyarakat.. Kenapa?
Pengalaman pribadi saya kali ini bisa dijadikan jawaban dari polemik tersebut. Setelah lima bulan saya meninggalkan tanah air, banyak hal yg berubah dari negeri ini. Tanggal 5 saya akan melakukan penerbangan dengan tujuan Manado, saya selalu berangkat via surabaya jika ingin pulkam ke Manado, selain terbangnya hanya 2,5 JAM, harga tiketnya juga akan lebih murah.
Tapi tidak untuk kali ini, dimana harga umum untuk maskapai Low cost Carrier (LCC) yg selalu saya dapat pada tahun lalu ,kisaran antara 950ribu s/d 1,3 juta (in high season), namun ketika saya Booking tiket dengan menggunakan traveloka, harga hampir tiap menit berubah sehingga saya harus memutuskan utk segera meng- issued tiket seharga 2 juta rupiah dengan (0) bagasi atau tanpa bagasi. Biasanya pada tahun lalu dengan 1.3 juta aja saya terbang sudah mendapat free bagasi sebesar 20 kg.
Asumsi saya dari sinilah polemik itu muncul.. Terkesan perusahaan atau maskapai tersebut berusaha menaikan harga tiket dengan cara yg agak kasar.. Bayangkan aja jika saya harus membayar bagasi katakanlah harga perkilonya 35,ribu rupiah artinya total bagasi yg harus saya bayar adalah sebesar 885 ribu.. Jika di total antara harga tiket dan bagasi, saya harus membayar penerbangan sebesar 2,8 juta..upps kenaikan harga lebih dari 53 % telah sukses di lakukan maskapai tersebut.
Ilustrasi harga diatas itu adalah harga penerbangan pertama, bagaimana jika kita memesan harga penerbagan berikutnya, karena step harganya akan semakin tinggi, sebagai contoh harga tiket penerbangan salah satu masakapai LCC pada pukul 09.00, harga tiket tujuan manado bisa mencapai 3,5 juta rupiah, jika di akumulasi dengan harga bagasi 20 kg aja total harga bisa mencapai 4,3 juta rupiah..wow.
Bagaimana dengan harga maskapai yang memiliki kategori Full Service Airline (FSA) seperti Garuda Indonesia, saya mencoba mengambil sample dengan menggunakan pemesanan melalui traveloka, pada hari dan waktu yang sama, dimana harga tiket FSA tujuan Manado bisa berkisar diantara 4,3 s/d 4,5 juta rupiah.
Hampir tidak ada selisih antara penerbangan LCC dengan FSA, secara nalar jika kita memiliki uang pasti kita akan menggunakan maskapai yang full services airline atau untuk mencari murah tetap tidak menggunakan bagasi walaupun secara kalkulasi tetap konsumen yang akan dirugikan.
Disinilah keadilan yg tak berujung adil dan sangat wajar jika YLKI selalu mengkritik bawa kebijakan tersebut tidak berlaku adil untuk para konsumen, bahkan baru baru ini disalahkan satu media YLKI mengatakan bahwa ada kartel yg berusaha memainkan harga penerbangan di Indonesia.
Maskapai LCC (low cost carrier) telah banyak diterapkan oleh Negara – Negara maju, dan terbang dengan maskapai LCC seharusnya menyenangkan, karena mereka lebih banyak memberikan paket – paket promo, karena disinilah the real kompetisi bisnis pada Industri penerbangan.
Pada hari dan waktu yang sama, saya mencoba membandingkan kembali dengan memesan tujuan Jakarta – Kuala lumpur, jarak tempuh hampir sama 2,5 jam, harga tiket yang ditawarkan maskapai lokal begitu signifikan, harga tiket dengan tujuan terbut berkisar antara 700 s/d 950 ribu rupiah, lebih murah 50 % di bandingkan masakapai LCC domestic Indonesia.
Belum lagi ketika kita bandingkan harga maskapai LCC di Negara – Negara Uni Eropa, disana industri penerbangan begitu kompetitif, bayangkan aja disaat promo, terbang ke beberapa Negara domestic eropa hanya mengeluarkan uang sebesar 100 Euro untuk PP (pulang dan pergi) dan promo – promo menarik selalu diberikan maskapai LCC.
Jika kita sandarkan masalah diatas dengan dampak dari ekonomi global, seperti harga BBM yang cenderung naik, dollar menguat, atau dihubungkan antara trade war yang saat ini sedang berlangsung antara China dan Amerika, menurut saya selaku masyarakat bodoh, alasan itu terlalu berada di awang – awang, karena beberapa Negara tetangga aja masih mampu bersaing dengan harga yang eknomis.
Dan tidak adanya perbedaan harga antara LCC dan FSA membuat pertanyaan, apakah yang sebenarnya terjadi dengan Negara ini ?
Apakah karena sekarang adalah tahun politik, sehingga para pengusaha maskapai berusaha mengumpulkan dana sebanyak mungkin untuk mendukung para politisi yang sedang bertarung saat ini.. Wkkk semoga aja tidak yak..
Atau dikarenakan adanya kecemburuan terhadap kebijakan harga yang ditetapkan, karena dengan harga yang mereka tetapkan setinggi apapun, mereka (FSA) sudah memilki pelanggan tetap, yaitu para instansi pemerintah yang mewajibkan setiap perjalanan dinas harus menggunakan maskapai tersebut dan sudah bisa terkakulasi dengan mudah berapa total para pejabat, pns dari setiap instansi pemerintah melakukan perjalanan dinas dalam setiap tahunnya.
Sedangkan maskapai LCC, dimana masyarakat umum juga paham bagaimana kedekatan mereka dengan Pemeriantah, mungkin atas dasar itulah mereka berusaha menekan pemerintah untuk memberikan kebijakan yang adil terhadap mereka, agar hasilnya juga bisa didulang seperti dengan maskapai FSA.
Disinilah peranan pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap situasi – situasi seperti ini, system kapitalis jangan hanya membangun kemudahan kapitalisasi kepada para raksasa, peran pemerintah juga harus berlaku adil terhadap rakyatnya, pemerintah harus mampu memikirkan bagaimana rakyat juga dapat menikmati bentuk kalpitalisasi tersebut.
TERBANG harus menjadi sesuatu yg menyenangkan, para maskapai harus bisa membuat para konsumennya happy.. terbang diatas dua puluh ribu kaki bersama besi berkapasitas ribuan ton bukan hal yg menarik bahkan menakutkan.. Jika konsumen tidak di brainstorm dengan hal hal yg menyenangkan tentunya tingkat stress bangsa ini malah akan semakin tinggi..We make people fly - GONG XI PA CHAI
***NDY – Juanda, 05/02/2019***
0 comments