PHILIPPOPOLIS WARNA PLURALISME
Philipopolis adalah salah satu kota tua di Sofia, peradaban yang mulai terlihat sejak era Yunani (Greek), Romawi, Ottoman, dan Rusia, dari masyarakatnya yang masih mengenal dewa – dewa ( mitologi Yunani kuno), sampai dengan transisi percaya akan ideologi ke -Tuhanan. Agama dunia berkembang di kota ini, baik itu Muslim, Kristen, sampai dengan agama Yahudi.
Philippopolis lebih dikenal dengan nama Plovdiv, merupakan kota yang tidak begitu besar dengan jumlah penduduk lebih 348 ribu jiwa, namun kota ini banyak memberikan kontribusi besar untuk Bulgaria. PDB dalam lima tahun rata – rata tumbuh sebesar 6 s/d 7 % dengan nominal EURO 3,5 miliar, dan kota ini pada tahun 2019 mendatang telah di nobatkan oleh Uni eropa sebagai European Capital of Culture atau ibukota budaya untuk Eropa.
Philipopolis mulai dibangun sejak abad ke 4 SM, peradaban jauh sebelum tahun Masehi, kota kecil namun memiliki tatanan budaya yang begitu bijaksana. Philopopolis jejak literasinya baik dari beberapa bacaan, serta mengamati secara langsung dari sudut – sudut kota, banyak menyebutkan bahwa kota ini prototypenya dikembangkan oleh raja Philip II, adalah raja Makedonia yang begitu terkenal, terkuat dan sangat disegani pada era tahun 350 SM . Philip II adalah orangtuanya Alexandre The Great.
Kemudian pada awal abad pertama Masehi (AD), Romowi sampai dengan era Byzantium mulai merekonstruksi kota ini dengan begitu apik.
Saya lebih nyaman menyebut kota ini dengan sebutan lamanya “Philippopolis” agar terlihat lebih ancient aja. Kotanya sangat nyaman untuk dikunjungi, hanya dengan walking distance atau berjalan kaki, kita bisa menikmati setiap sudut kota tersebut. Banyak rumah – rumah tua yang dijadikan museum – museum kecil serta jajanan kulinernya juga enak – enak. Setiap jalanan yang dilewati sangat ideal bagi para pejalan kaki.
Mengamati Philipopolis, memunculkan pemikiran bahwa masyarakat pada ribuan tahun lalu adalah pemikir hebat dan mereka orang – orang bijak.
Semangat membangun peradaban selalu terpatri dalam diri mereka, setiap kota yang dikuasai baik dari tatanan pemerintah, kota, dan sosial masyarakat benar – benar mereka pikirkan. Semangat itulah yang menjadikan kota ini bisa tetap memiliki aura positif sehingga menjadi corong generasi penerusnya dalam berevolusi membangun inovasi dan berkreasi.
Banyak bangun – bangunan menarik di kota ini , salah satu yang terkenal adalah Amphibi theater atau biasa disebut colaseum.
Selain itu yang membuat saya takjub adalah tempat – tempat ibadah, sejak ribuan tahun lalu semuanya masih tegap berdiri, baik dari Mesjid, Gereja, bahkan Synagogue. Toleransi telah lahir sejak ribuan tahun lalu, kebijaksanaan para elite sangat terlihat jelas, dan mereka sangat bijak dan fair dalam berpolitik.
Asumsi saya setiap ekspansi militer adalah murni hanya penaklukan kota dan perebutan kekuasaan semata, walaupun membawa misi sebuah ideologi, namun mereka masih menghargai kerukunan atas keyakinan yang dimiiliki masyarakat sebelumnya.
Transisi antara masyarakat yang masih mengenal mitologi dewa – dewa sejak jaman sebelum mengenal Tuhan, hingga pada abad pertama Masehi masyarakat mulai mengenal Tuhan dengan agama Nasrani yang dibawa oleh Romawi.
Pada saat itu Raja – raja kecil di luar Roma juga tidak semerta – merta mereka langsung berpindah ideologi, mereka berproses hingga mulai banyaknya gereja – gereja peninggalan romawi berdiri.
Sejak abad ke 6 masehi Islam mulai bangkit, dan pada abad ke 14 – 17, Usmaniyah berhasil menguasai setengah Eropa. Pertempuran – pertempuran dasyat terjadi pada saat itu. Pasukan Ottoman atau Usmaniyah pada masa itu di kenal dengan sebutan sang penakluk.
Lebih dari 5 abad Usmaniyah berkuasa, namun yang menggelitik otak saya, tidak tampak satupun jejak – jejak tempat ibadah yang mereka hancurkan, walaupun ada beberapa yang mereka ambil alih untuk dijadikan sebagai tempat beriibadah (Mesjid).
Temapat ibadah yang memiliki symbol peradaban tidak pernah mereka hilangkan. Saya berasumsi mereka adalah orang – orang keren dan bijaksana, penetrasi yang mereka lakukan, lebih terasa kepada pendekatan budaya, sama yang dilakukan para wali songo ketika memperkenalkan Islam di Indonesia.
Di Pihilippopolis, Mesjid dibangun tepat di depan theater Romawi, jelas sekali itu adalah tempat hiburan dari segala pertunjukkan seni dan budaya , bahkan pertunjukkan Gladiator seperti dalam film – film kolosal yang selalu menampilkan pertunjukan keras, adu kekuatan antara manusia dan manusia, serta manusia dan binantang.
Apa yang dilakukan Ottoman terhadap bangunan itu ? Bayangan saya lebih tergambar mereka menggantikannya dengan pertunjukkan tarian – tarian budaya Turki, dengan kopiah khas merah mereka, kemudian mereka memperkenalkan ideologi muslim dengan syair – syair indah, seperti yang telah di lakukan oleh Jalaludin Rummi salah satu tokoh tasauf yang hidup pada abad ke 10 M.
Kemudian, tak jauh sekitar berapa ratus meter ada Synagogue, tempat ibadah agama yahudi (jews) yang telah berdiri sejak abad ke 4 AD (masehi), bangunan itu tidak dirusak oleh Ottoman dan masih berdiri sampai saat sekaran ini.
Pada abad ke 18 kejayaan Ottoman di eropa mulai runtuh, ditaklukan oleh koalisi kerajaan Rusia, dengan beberapa Negara di Eropa. Ideolgi yang dibawa ottoman mulai tegantikan kembali, tapi mereka melakukan juga seperti apa yang dilakukan Ottoman, tidak satu mesjid yang mereka rusak dan tetap menjadi fungsinya sebagai tempat ibadah umat muslim. Sungguh luar biasa bijaksananya para pemimpin dan pemikir tempoe doeloe.
Pada era kerjaan Rusia mulai terlihat agama mulai di politisasi, dimana gereja sangat memilki peranan di pemerintah dan mereka menganggap setiap raja adalah titisan Tuhan, dan agama dihadirkan untuk menutup rasionalitas berpikir masyarakat, mereka dibuat pasrah dan berserah diri dalam memaknai hidup, tanpa mereka sadari penguasaan – penguasaan materi dunia dalam bentuk kapital dikuasai oleh penguasa – penguasa, dan masyarakat hanya disuruh kerja pasrah dan menerima, dimana menurutnya itu semua adalah keputusan atau takdir Tuhan.
Dari situlah mulai muncul pemikiran – pemikiran kiri yang berusaha merubah cara pandang ideologi dan berusaha mengangkat para kaum ploraterat, serta menepis pandangan ideologi pada saat itu.
Para pemikir kiri itu selalu di analogikan dengan anti agama. Salah satu artikel yang ditulis tokoh sosialis dunia, Lenin mengatakan mereka tidak anti agama hanya saja ingin memisahkan antara agama dengan birokrasi, menurut mereka Agama adalah landasan ideologi dalam membangun konektifitas dengan Sang pencipta, dan ideolgi agama sudah ada pengikutnya, mereka tidak mau merusak kesucian agama masuk dalam tatanan pemerintahan.
Fakta dan bukti pernyataan tersebut bisa kita lihat, dimana setiap negara – negara yang pernah menjadi bagian Uni Soviet bahkan beberapa Negara di wilayah Balkan khususnya yang pernah mengenal paham sosialis tidak ada satupun tempat – tempat ibadah yang mereka hancurkan, termasuk di Philippopolis.
Sejak abad ke 19 sampai di era sekarang ini, paham – paham ideolgi agama sering dijadikan sebagai tameng politik, dan ideolgi selalu dimanfaatkan sebagai alat untuk memecah belah dan menciptakan sebuah bentuk dukungan politik.
Disitulah terlihat ketidakbijaksanaan dan cara pandang para politisi di era peradaban baru. Kurang mengedepankan kebajikan dalam berpolitik, cara berpikir sudah teramat praktis, pragmatis tanpa ada rasionalitas berpikir yang sehat. Cara pandang dan berpikir para elite politik saat ini sepertinya sudah harus diputar kembali ke abad ribuan tahun lalu, dimana tergambarkan melalui Philippopolis yang selalu mengedepankan kebajikan, bijaksana, dan toleransi.
Dalam lima bulan saya di Sofia, sudah dua kali saya berkunjung di kota itu, berjarak 150 km dari Sofia dengan jarak tempuh lebih dari satu jam perjalanan melalui darat, dan tidak cukup dua kali untuk memepelajari kota yang banyak menyimpan segudang harta pengetahuan.
Philipopolis dalam pemahaman bebas saya adalah “Philip" diambil dari nama raja Philip II, raja yang membagun kota tersebut, kata “Popolis” setelah saya dalami dan saya cek bersama mbah gooole berasal dari bahasa Italia yang artinya adalah “masyarakat” jadi secara harfiah dimaksudkan adalah raja yang dekat dan selalu memikirkan rakyatnya.
Era Philiplah lahir para pemikir dan filsuf terkenal seperti Plato, dan the Thinkers “Aristoteles” yang mengembangkan segala pemikiran – pemikiran logis dunia kedalam ilmu pengetahuan dimana sampai sekarang masih memilki nilai yang begitu luar biasa….Happy Sunday.☺️☺️
Ndy-30/12/18
Refleksi Akhir tahun☺️
HAPPY NEW YEARS 2019
0 comments