Latest Posts

DEMOKRASI Berujung “DEMONSTRASI + PROVOKASI”

By May 22, 2019



geotimes.co.id



DEMOKRASI  Berujung  “DEMONSTRASI + PROVOKASI”  

Baru saja kita berduka atas meninggalnya lebih dari 500 anggota penyelenggara Pemilu, nah setelah hasil rekapitulasi perhitungan suara pada tanggal 21/05/2019 dini hari lalu, Pemilu 2019 kembali memakan korban, Demonstrasi yang berujung rusuh sepatutnya gak mesti terjadi di negara memiliki tingkat budaya toleran yang sangat tinggi,  provokasi menyesatkan lebih dominan dalam meluluhkan nilai demokrasi saat ini. Demokrasi dinilai  hanya melahirkan “Demo dan Provokasi semata”.. Sedih ya.

Ada apa dengan Pemilu Indonesia ?

Menjelang Pemilu sampai dengan pengumunan hasil  rekapitulasi,  rakyat hanya dipertontonkan dengan  dialog,  dan debat – debat para elite di Indonesia,  yang dianggap sebagai dagelan politik  dalam membangun opini publik, bahkan dengan bangga mereka mengatakan bahwa perdebatan tersebut adalah suara rakyat.

Tidak adanya kesepakatan antar elit berujung provokasi rusuh kepada masyarakat. Moral masyarakat selalu digelitik guna menaikkan tensi dalam menanggapi perhelatan pesta demokrasi,  dimana diujung kata demokrasi tersebut masyarakat kembali menjadi korban.

Demokrasi adalah proses dari komunikasi politik yang jika dilaksanakan secara definisi  utuh  tentunya akan  melahirkan suatu kebajikan politik dalam menentukan pemimpin,  namun sayangnya sejak Orde baru bahkan sampai saat ini,  saya mungkin termasuk orang yang belum merasakan demokrasi itu utuh.

Pemilu sebagai sarana demokrasi hanya merupakan mediasi bagi elit - elit bangsa ini dalam membangun kepentingan, ujung dari proses demokrasi hanyalah sebuah negosiasi. Pencoblosan,  perhitungan,  situng,  real count, quick count hanyalah sebagai alat teknis bahwa demokrasi di Indonesia itu nyata, dan tidak bisa ditepis bahwa masalah kempemiliuan itu terus ada.

Pesimis... Masyarakat Indonesia pada dasarnya masyarakat yg cinta damai,  kita tidak senang mengacau apalagi mengacaukan negara lain,  orang Indonesia itu kaya raya dan berhati besar.

Kehidupan ditataran sosial masyarakat nusantara sungguh sangat luar biasa, begitu toleran,   kita paling gak bisa lihat saudara kita susah,  kita paling gak bisa kedaulatan kita di usik,  nilai positif inilah  selalu dimanfaatkan oknum tertentu untuk merusak bahkan dijadikan modus sebagai alat  pemecah belah persatuan bangsa.

Sejak krisis moneter  lalu,  kehidupan sosial dimasyarakat cenderung makin menjadi – menjadi,  negara susah tapi rakyat tidak bangkrut,  masyarakat masih bisa kongkow,  silaturahmi masih terus berjalan,  ngopi bareng,  berdampak hanya ditataran urban, tapi masyarakat daerah, perdesaan, kampung, kehidupan secara ukhuwah masih bisa bertahan, mereka masih survive dengan pekerjaannya. Saya masih bisa makan nasi dengan bebek /ayam kampong seharga 15,000 di Mantingan,  saya masih bisa menikmati nasi + Ikan asam pedas di Pontianak,  saya bisa ngopi seharga 8000 rupiah di Manado, nasi kucing Jogja masih sangat dinikmati mahasiswa,   bahkan di pinggiran Jakarta saya bisa menikmati sarapan nasi uduk dan bubur ayam murah. 

Artinya apa,  masyarakat Indonesia itu selalu siap dan peka dalam kondisi apapun,  kuat secara sosial,  ini yang menjadi momok kekhawatiran para kaum yg tidak menyukai bangsa ini.

Indonesia adalah negara yang beradab dan memiliki peradaban. Siapa pun yg memimpin negeri ini adalah orang yang sangat beruntung, karena tatanan sosial masyarakat telah terbangun sejak ribuan bahkan jutaan tahun lalu, dan masyarakat memilki karakter budaya yang begitu membumi.

Demokrasi yang berujung “demonstrasi dan provokasi” tidak sepatutnya terjadi apalagi membangun kerusuhan yang memakan banyak korban.

Nusantara adalah gambaran “Surga”, kepada para “Elit” politik negara ini, cukuplah anda bermain di rana anda, jangan rusak surga masa depan untuk anak cucu bangsa ini,  jangan lukai rakyat Indonesia yang kaya raya ini.. Sudahilah. (Sofia, 22/05/2019)

You Might Also Like

0 comments