DEMOKRASI Berujung “DEMONSTRASI + PROVOKASI”
![]() |
geotimes.co.id |
DEMOKRASI Berujung “DEMONSTRASI + PROVOKASI”
Baru
saja kita berduka atas meninggalnya lebih dari 500 anggota penyelenggara
Pemilu, nah setelah hasil rekapitulasi perhitungan suara pada tanggal
21/05/2019 dini hari lalu, Pemilu 2019 kembali memakan korban, Demonstrasi yang
berujung rusuh sepatutnya gak mesti terjadi di negara memiliki tingkat budaya toleran
yang sangat tinggi, provokasi
menyesatkan lebih dominan dalam meluluhkan nilai demokrasi saat ini. Demokrasi
dinilai hanya melahirkan “Demo dan
Provokasi semata”.. Sedih ya.
Ada
apa dengan Pemilu Indonesia ?
Menjelang
Pemilu sampai dengan pengumunan hasil rekapitulasi, rakyat hanya dipertontonkan dengan dialog,
dan debat – debat para elite di Indonesia, yang dianggap sebagai dagelan politik dalam membangun opini publik, bahkan dengan
bangga mereka mengatakan bahwa perdebatan tersebut adalah suara rakyat.
Tidak
adanya kesepakatan antar elit berujung provokasi rusuh kepada masyarakat. Moral
masyarakat selalu digelitik guna menaikkan tensi dalam menanggapi perhelatan
pesta demokrasi, dimana diujung kata
demokrasi tersebut masyarakat kembali menjadi korban.
Demokrasi
adalah proses dari komunikasi politik yang jika dilaksanakan secara definisi utuh
tentunya akan melahirkan suatu
kebajikan politik dalam menentukan pemimpin,
namun sayangnya sejak Orde baru bahkan sampai saat ini, saya mungkin termasuk orang yang belum
merasakan demokrasi itu utuh.
Pemilu
sebagai sarana demokrasi hanya merupakan mediasi bagi elit - elit bangsa ini
dalam membangun kepentingan, ujung dari proses demokrasi hanyalah sebuah
negosiasi. Pencoblosan,
perhitungan, situng, real count, quick count hanyalah sebagai alat
teknis bahwa demokrasi di Indonesia itu nyata, dan tidak bisa ditepis bahwa
masalah kempemiliuan itu terus ada.
Pesimis...
Masyarakat Indonesia pada dasarnya masyarakat yg cinta damai, kita tidak senang mengacau apalagi
mengacaukan negara lain, orang Indonesia
itu kaya raya dan berhati besar.
Kehidupan
ditataran sosial masyarakat nusantara sungguh sangat luar biasa, begitu toleran,
kita paling gak bisa lihat saudara kita
susah, kita paling gak bisa kedaulatan
kita di usik, nilai positif inilah selalu dimanfaatkan oknum tertentu untuk
merusak bahkan dijadikan modus sebagai alat pemecah belah persatuan bangsa.
Sejak
krisis moneter lalu, kehidupan sosial dimasyarakat cenderung makin
menjadi – menjadi, negara susah tapi
rakyat tidak bangkrut, masyarakat masih
bisa kongkow, silaturahmi masih terus
berjalan, ngopi bareng, berdampak hanya ditataran urban, tapi masyarakat
daerah, perdesaan, kampung, kehidupan secara ukhuwah masih bisa bertahan,
mereka masih survive dengan pekerjaannya. Saya masih bisa makan nasi dengan
bebek /ayam kampong seharga 15,000 di Mantingan, saya masih bisa menikmati nasi + Ikan asam
pedas di Pontianak, saya bisa ngopi
seharga 8000 rupiah di Manado, nasi kucing Jogja masih sangat dinikmati
mahasiswa, bahkan di pinggiran Jakarta
saya bisa menikmati sarapan nasi uduk dan bubur ayam murah.
Artinya apa, masyarakat Indonesia itu selalu siap dan peka dalam
kondisi apapun, kuat secara sosial, ini yang menjadi momok kekhawatiran para kaum
yg tidak menyukai bangsa ini.
Indonesia
adalah negara yang beradab dan memiliki peradaban. Siapa pun yg memimpin negeri
ini adalah orang yang sangat beruntung, karena tatanan sosial masyarakat telah
terbangun sejak ribuan bahkan jutaan tahun lalu, dan masyarakat memilki karakter
budaya yang begitu membumi.
Demokrasi
yang berujung “demonstrasi dan provokasi” tidak sepatutnya terjadi apalagi
membangun kerusuhan yang memakan banyak korban.
Nusantara
adalah gambaran “Surga”, kepada para “Elit” politik negara ini, cukuplah anda
bermain di rana anda, jangan rusak surga masa depan untuk anak cucu bangsa ini,
jangan lukai rakyat Indonesia yang kaya
raya ini.. Sudahilah. (Sofia, 22/05/2019)
0 comments