Latest Posts

PANDEMI = PANIK DEMI COVID 19

By May 11, 2020


Ilustrasi gambar - https://blogs.chapman.edu

Panik demi COVID-19 ? COVID-19 seakan slalu memproduksi cerita dan drama-drama baru, dari hari ke hari korban semakin meningkat, data WHO saat ini menunjukan lebih 4 juta jiwa penduduk dunia telah terinfeksi, dan 200 ribu jiwa korban meninggal, belum lagi drama ekonomi global seperti orang bunuh diri lompat dari pesawat tanpa menggunakan parasut.

Namun patut kita sukuri bahwa tingkat kesembuhan dari outbreak ini cukuplah tinggi dibandingkan dengan angka kematian akibat COVID-19,  data yang dilansir Jhon Hopkins media center, angka tabulasi yang sembuh dari COVID-19 diatas 1 juta jiwa atau berkisar diangka 20%, walaupun vaksin atau obat khusus untuk penyakit ini masih dalam proses.

Dari beberapa berita yang saya baca, pada umumnya pasien  sembuh, mendapatkan treatment dari para medis adalah dengan cara melakukan isolasi khusus terhadap pasien tersebut serta meningkatkan imunitas tubuh mereka  dengan cara mengkonsumsi vitamin, makanan bergizi dan berusaha mengajak pasien untuk tetap dalam kondisi stabil atau tidak stress, ironisnya lagi obat-obat tradisional (Jamu) saat ini menjadi trend, penjualannya meningkat tajam, artinya masyarakat berusaha menjaga ketahanan tubuhnya dengan melakukan segala bentuk ikhtiar.

Standar pencegahan yang dikampanyekan WHO juga telah menjadi rujukan seluruh manusia dunia, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, sanitizer, menjaga jarak, /social distancing, dan tetap melakukan prilaku hidup bersih. Muncul gelombang tsunami positif, tanpa kita sadari seperti membentuk pola baru mengajak manusia untuk hidup lebih bersih, dan bagaimana betapa pentingnya dampak dari cuci tangan pada kehidupan kita saat ini ..he..he. 

COVID-19 tidak pandang bulu, angka tertinggi penyebarannya  berdampak di wilayah Eropa dan Amerika yang telah mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Kedua benua yang selalu menjadi perhatian dan perbandingan dunia dalam melihat tataran kehidupan mayarakatnya, bisa dikatakan sangat sadar, sophisticated, taat terhadap regulasi dan dianggap lebih teratur.

“Tapi data tersebut  bukan mewakili satu negara ya..” benar angka tersebut bukan merupakan representasi dari satu negara, namun terlintas justeru angka penyumbang terbesar adalah negara - negara besar dimana memiliki peradaban sosial yang cukup mapan.

Aneh ya !!!

Apakah bumi kembali berevolusi. Berputar kembali ke kondisi sejarah pandemi yang terjadi pada abad - abad sebelumnya, blackdeath, wabah Spanish flu ada abad ke 19 yang juga mengguncang dunia dimana memakan korban lebih 5 % penduduk dunia terinveksi wabah tersebut, dan menginfeksi lebih dari 20% masyarakat eropa.

Konon ada yang mengatakan wabah spain flu tersebut merupakan senjata biologi yang digunakan pada perang dunia pertama. Kemudian wabah cholera yang sempat banyak di jadikan cerita – cerita novel romatis, salah satu diantaranya adalah    love time n cholera”.

Dalam sejarah Islam sendiri, Nabi besar Muhammad SAW pernah menghadapi wabah, dan cara yang dilakukan beliau adalah dengan menutup kota Madinah pada saat itu agar umatnya untuk tidak keluar dari kota dan umatnya yang dari luar untuk tidak masuk ke kota yang telah terkena wabah, tujuannya untuk menghambat penularan dari wabah tersebut.

Dari sebuah riset yang ditulis oleh dua orang pakar ekonomi dunia Sergio Correia, (Economist, Board of Governors of the Federal Reserve System) dan Stephan Luck, (Economist, Research and Statistics Group of the Federal Reserve Bank of New York) yang berjudul “How can we save lives and the economy? Lessons from the Spanish Flu pandemic”, dalam risetnya menyebutkan penerapan Non – Pharmaceutical Interventions (NPIs) atau umum kita kenal dengan social distancing sangatlah penting, karantina wilayah dapat memiliki efek positif dalam membatasi lonjakan infeksi dan menghindari korban massal, dalam studinya yang diambil dari pandemic Spanish flu tahun 1918 bahwa kota – kota yang menerapkan  NPIs atau social distancing secara lebih awal tidak akan berdampak terhadap masalah ekonomi yang berkepanjangan, dan kota tersebut dapat melaksanakan ekonomi riil setelah pandemi mereda, dan dari risetnya mengatakan kota tersebut akan lebih cepat mengalami peningkatan secara ekonomi dibanding kota – kota lainnya.

Fakta yang saya amati sejak munculnya wabah COVID-19, masyarakat dunia begitut panik, penyebaran wabah ini seakan berlari begitu cepat, dari Januari 2020 sampai saat ini sudah menginfeksi jutaan  penduduk dunia.

Logika sederhana saya mengatakan, kenapa ketika virus tersebut mulai mewabah, kita tidak mengikuti petunjuk yang terbentuk dari sejarah atau belajar dari sejarah, tentunya tidak akan ada kejadian sebesar ini. Pencegahan suatu wabah  sangatlah simple “cukup dengan menahan pergerakan manusia”, jika ada yang terinfeksi rawat dan isolasi mereka dengan nyaman tanpa menimbulkan stress. Kegiatan diberhentikan sementara dan seluruh energi fokuskan untuk menghadapi dampak sosial yang akan terjadi dimasyarakat.  

Entah kenapa negara seperti Amerika dan Eropa benar - benar terpapar parah, sebodoh itukah benua memiliki tataran kehiduan sosial yang begitu mapan, hingga wabah tersebut mampu menyerang begitu dasyatnya, dan very funnynya lagi China yang kita ketahui sebagai pusat penyebaran wabah mampu menekan angka masyarakatnya yang terinfeksi, sejak Februari 2020 lalu, negara tirai bambu menduduki klansemen teratas dari angka korban terbanyak, namun sampai bulan Maret kondisi tersebut berubah, China sangat survive, angka yang terinveksi sangat flat dan  klansmen tersebut digantikan oleh Amerika. China sangat berhasil menerapkan social distancing.

Amerika dan China sejak 2019 telah memulai pertikaiannya dengan perang dagang antar dua negara yang juga memberikan dampak ekonomi dunia, kemudian perang dagang tersebut berlanjut dengan pandemi COVID-19, yang sampai saat ini masih menjadi polemik kita semua. Ada berita dimedia yang saya baca ntah benar atau tidak menyebutkan bahwa Amerika akan menuntut China atas pandemi yang telah menimpa dunia, Amerika mengangap Chinalah biang kerok dari semua ini, statemen tersebut semakin memperkeruh apa yang telah  menimpa masyarakat dunia.

Belum lagi bermunculannya isu - isu konspirasi yang menganggap pandemi adalah kepentingan segelintir elit dalam mendapatkan pengaruh global, wah seram ya, panik atau kepanikan dianggap memiliki nilai jual, pandemi seakan berubah menjadi “Pandemi = panik demi COVID-19”. Dilain sisi,  virus - virus yang telah mendekam lama dibumi dimana merenggut korban hingga puluhan juta jiwa, namun tidak pernah membuat kita perduli atau sepanik ketika menghadapi COVID-19. (200511 – NDY, - kangen jalan – jalan,) To be continue…

You Might Also Like

1 comments